Tuesday, May 1, 2012

Ketulusan Hati


Karya: Hasna Hafizhah Salma

 





Danisa terpaku. Tak ada yang bisa dia lakukan selain melihat dari kejauhan. Tubuh Danisa melemah seketika. Danisa tak tahu  apa yang terjadi, yang dia tahu hanya satu, ia ingin menangis. Sudah lama Danisa memendam ini semua, tidak ada yang tahu selain dia dan Tuhan. Danisa tak mampu mengukir berbagai kata atas kesedihannya. Ingin tersenyum namun tak mampu, ingin berteriak rasanya sekeras apapun ia berteriak tak ada satupun suaranya yang terdengar. Saat ini ia merasa Tuhan benar-benar tidak adil.
            “Dan…” Suara lembut terdengar memanggilnya. Danisa menoleh. Ibu. Tanpa menunggu apapun, Danisa langsung memeluk erat ibunya, seakan mengatakan “ibu kuatkan aku”. Ibunya memeluk lembut dan penuh sayang. Danisa sudah tidak mampu menahannya sendirian, Danisa terisak. Ibu mempererat pelukannya dengan lembut.
“Bu, aku menyayanginya..” ucap Danisa lirih.
            Setelah hari pemakaman Farhan, sudah tidak ada lagi yang dapat menghibur Danisa. Farhan sahabatnya yang bisa mengerti dan selalu membuatnya nyaman. Danisa mengerti, bersahabat dengan lawan jenis memungkinkan jatuhnya perasaan lain. Seperti dirinya saat ini. Namun, sebisa mungkin Danisa menahan perasaannya. Menitipkannya pada Yang Maha Kuasa. Menjadikannya motivasi atas dirinya, berusaha mungkin tidak menodai rasa yang fitrah itu.
            Tak ada yang mengerti perasaan Danisa bagaimana. Sampai Farhanpun hanya mengetahui Danisa menganggapnya sahabat, tidak lebih. Farhan yang saat itu sedang gila dengan yang namanya perempuan, menceritakan semuanya pada Danisa. Danisa menanggapinya dengan bijak, tidak memikirkan dirinya dan perasaannya. Dia memendam dalam-dalam, walau perlahan hatinya tersayat halus. Danisa paham mengenai agama, sebisa mungkin dia tidak membawa perasaannya, sebisa mungkin dia menempatkannya pada hal yang tepat. Danisa terlihat manis dengan balutan jilbab di tubuhnya, dia bersahabat dengan Farhan namun menjaga sebisa mungkin kehormatannya. Tidak pernah Danisa bersentuhan dengan lawan jenisnya, tak terkecuali Farhan.
            Banyak perempuan di sekolahnya yang menyukai Farhan dan mendekatinya hanya sekedar mengorek informasi mengenai Farhan. Danisa hanya memberi tahu kebaikan yang Farhan miliki, itu membuat teman-teman perempuan Danisa semakin menyukai Farhan. Namun Farhan tidak pernah mengubrisnya. Farhan yang terkesan kalem mempunyai sejuta rahasia tersimpan rapih dalam memori Danisa, membuatnya semakin menarik. Danisa selalu menitipkan kembali apa yang diceritakan Farhan padanya kepada Tuhan. Danisa menaruh harapan pada Tuhan, dan berharap Tuhan senantiasa menjaga perasaannya hingga tidak berzina. Danisa hanya ingin, Farhan bahagia. Dia tidak menginginkan apapun darinya. Danisa selalu mendoakan Farhan dalam tiap sujudnya. Namun di saat dia sudah benar-benar ikhlas dan menitipkan seluruh perasaannya pada Tuhan, Tuhan mengujinya. Seakan Tuhan menginginkan seberapa Danisa telah mengikhlaskannya dan menitipkan pada- Nya. Farhan pergi meninggalkannya, bukan untuk sementara waktu namun selamanya. Sayatan luka di hatinya perlahan membesar, Danisa mencoba perlahan memperbaikinya. Tak pernah berhenti mendoakan Farhan dalam tiap bait doanya. Ibunya pun, penguat dirinya selalu disebutnya dalam bait-bait doa malamnya. Terimakasih Tuhan, atas rasa yang Kau berikan ini. Kau memberiku kesempatan mengenai arti ketulusan. Hati Danisa berbicara.
            “Bu, terimakasih.” Danisa memeluk ibu erat.
“Untuk?” ibu membalas pelukan Danisa dengan lembut. Danisa tersenyum.
“semuanya”.

No comments:

Post a Comment