Teman, renungkanlah...
Indahnya dunia begitu memikat,
bersenda gurau dengan sahabat terdekat.
indahnya dunia begitu memikat,
seakan setan tak lelah mengajak maksiat.
indahnya dunia begitu memikat,
saat terjalin cinta tanpa terikat
Teman...
apa yang bisa dibanggakan
dari gelar yang kan berakhir almarhum?
apa yang bisa dibanggakan
dari sahabat yang kan berakhir sendiri?
apa yang bisa dibanggakan
dari kekayaan yang kan berakhir hampa?
Saturday, September 29, 2012
Friday, September 28, 2012
notitle~
awan semilir di pelipir pantai
hembuskan rindu yang tak sampai
ombak beradu tak pernah usai
layaknya hati yang tak menepi
terukir cerita di sisa hujan
menyisakan hati di ujung jalan
layaknya diri menarik awan
terbuai janji dalam angan
kicau burung hapuskan sepi
akhir cerita melabuhkan hati
melayari cerita dalam mimpi
yang terkisah kini dan nanti
hembuskan rindu yang tak sampai
ombak beradu tak pernah usai
layaknya hati yang tak menepi
terukir cerita di sisa hujan
menyisakan hati di ujung jalan
layaknya diri menarik awan
terbuai janji dalam angan
kicau burung hapuskan sepi
akhir cerita melabuhkan hati
melayari cerita dalam mimpi
yang terkisah kini dan nanti
Monday, September 17, 2012
no title
malem ini hujan turun, mengingatkanku tentang luka lalu...
membawaku dalam teduh...
dear land,
cinta ini penuh dengan sakit.
mungkin karena aku yang belum paham keadaan.
atau aku yang semakin mencinta?
entahlah...
yang aku tahu,
kalau Allah menjaga cintaku, aku nggak akan sakit.
insyaAllah bisa ikhlas..
hujan hari ini mengantarku pada luka lalu,
yang kuharapkan tidak lagi terjadi,
aku bahagia,
dalam semu...
hujan ini menyejukkanku,
seolah berkata semua akan baik-baik saja,
selalu ada 'dia' yang tulus nantinya,
mungkin bukan sekarang...
Allah,
titip cintaku...
titip sayangku...
karena aku mencintai-Mu,
juga menyayangi-Mu...
lindungi kami,
dekatkan kami kepada-Mu,
kirim kami shalih dan shalihah yang mengantarku
pada kasih tulus-Mu
aamiin...
membawaku dalam teduh...
dear land,
cinta ini penuh dengan sakit.
mungkin karena aku yang belum paham keadaan.
atau aku yang semakin mencinta?
entahlah...
yang aku tahu,
kalau Allah menjaga cintaku, aku nggak akan sakit.
insyaAllah bisa ikhlas..
hujan hari ini mengantarku pada luka lalu,
yang kuharapkan tidak lagi terjadi,
aku bahagia,
dalam semu...
hujan ini menyejukkanku,
seolah berkata semua akan baik-baik saja,
selalu ada 'dia' yang tulus nantinya,
mungkin bukan sekarang...
Allah,
titip cintaku...
titip sayangku...
karena aku mencintai-Mu,
juga menyayangi-Mu...
lindungi kami,
dekatkan kami kepada-Mu,
kirim kami shalih dan shalihah yang mengantarku
pada kasih tulus-Mu
aamiin...
Friday, September 14, 2012
notitle~
dear land,
terik tidak terlalu panas,
hujan juga tidak terlalu deras.
hari ini semuanya jadi satu.
Allah pembuat skenario yang Maha Indah,
membuat mawar merekah sedikit hari ini.
mawarnya menari indah,
saat angin menerpanya pelan.
mempertahankan posisi yang seharusnya.
mawarnya......kembali, land.
mulai kembali merekah seperti dulu :')
terik tidak terlalu panas,
hujan juga tidak terlalu deras.
hari ini semuanya jadi satu.
Allah pembuat skenario yang Maha Indah,
membuat mawar merekah sedikit hari ini.
mawarnya menari indah,
saat angin menerpanya pelan.
mempertahankan posisi yang seharusnya.
mawarnya......kembali, land.
mulai kembali merekah seperti dulu :')
Thursday, September 13, 2012
notitle~
dear land,
mawar hari ini tidak merekah sempurna...
tapi untungnya masih terlihat indah karena tertutup bunga lain yang merekah ruah.
badainya terlalu kencang, land.
mawarnya tidak kuat menahan rintikan air hujan yang bertubi,
ia lebih memilih bertahan daripada melayukan dirinya.
mawarnya juga masih menunggu untuk dipetik,
tentu saja oleh pemilik yang sempurna ya...
yang bisa menjaga mawarnya dengan baik,
merawat dan memperhatikannya sepenuh hati...
Allah... kumohon lindungi mawarnya dari badai yang berkepanjangan.
biarkan mawarnya merekah seperti bunga lain,
jangan biarkan dia layu kalah oleh cuaca :')
mawar hari ini tidak merekah sempurna...
tapi untungnya masih terlihat indah karena tertutup bunga lain yang merekah ruah.
badainya terlalu kencang, land.
mawarnya tidak kuat menahan rintikan air hujan yang bertubi,
ia lebih memilih bertahan daripada melayukan dirinya.
mawarnya juga masih menunggu untuk dipetik,
tentu saja oleh pemilik yang sempurna ya...
yang bisa menjaga mawarnya dengan baik,
merawat dan memperhatikannya sepenuh hati...
Allah... kumohon lindungi mawarnya dari badai yang berkepanjangan.
biarkan mawarnya merekah seperti bunga lain,
jangan biarkan dia layu kalah oleh cuaca :')
Friday, September 7, 2012
notitle~
dear land,
cerita ini semu. bahagia ini samar. cinta ini.....sulit. sulit aku menjelaskannya dengan kata-kata, sulit ku paparkan dengan cerita. dan aku sulit membaginya.
hati sih, inginnya tidak berbagi.
tapi keadaan memaksaku untuk berbagi.
menyembunyikan separuhnya untuk kurasakan sendiri.
alam juga tau..
cerita ini tak berujung,
terlalu banyak cinta yang saling bertukar,
menjadikannya rumit berbelit hampa
kalau aku menebak,
dunia juga tahu.
tahu apa yang kusembunyikan,
dibalik derai tawa,
dibalik hampa,
dibalik tangis...
aku sering merasa sendiri,
tapi nyatanya tidak.
aku masih punya Engkau, Rabb.
Engkau yang menciptakan dia -yang begitu sempurna- di mataku,
Allahu Rabbi...
kutitipkan serpihan sisa yang harus kubagi ini pada-Mu,
kumohon jaga kami; khususnya dia. aamiin :")
cerita ini semu. bahagia ini samar. cinta ini.....sulit. sulit aku menjelaskannya dengan kata-kata, sulit ku paparkan dengan cerita. dan aku sulit membaginya.
hati sih, inginnya tidak berbagi.
tapi keadaan memaksaku untuk berbagi.
menyembunyikan separuhnya untuk kurasakan sendiri.
alam juga tau..
cerita ini tak berujung,
terlalu banyak cinta yang saling bertukar,
menjadikannya rumit berbelit hampa
kalau aku menebak,
dunia juga tahu.
tahu apa yang kusembunyikan,
dibalik derai tawa,
dibalik hampa,
dibalik tangis...
aku sering merasa sendiri,
tapi nyatanya tidak.
aku masih punya Engkau, Rabb.
Engkau yang menciptakan dia -yang begitu sempurna- di mataku,
Allahu Rabbi...
kutitipkan serpihan sisa yang harus kubagi ini pada-Mu,
kumohon jaga kami; khususnya dia. aamiin :")
Sinopsis 2
Cerita ini berawal ketika pertama kali dia tampak di depanku. Mungkin menurut sebagian temanku dia biasa saja. Gayanya yang teduh memang membuatnya terlihat kurang menarik. Tapi, bagiku dia sempurna. Dengan senyumnya, dia sudah mampu meluluh lantahkanku seketika. Aku tidak bisa berhenti. Berhenti sejenak untuk memikirkannya. Ia bagai topik yang tak berujung. Dingin, sulit menembus dan memahaminya. Tapi dia peduli. Diam-diam aku mencoba meliriknya. Aku merasa amat bersyukur ketika aku menemukannya tengah tertawa bersama teman-temannya. Ingin aku memeluknya, mengatakan bahwa aku mencintainya. Namun itu tak mungkin. Aku hanya pengagum rahasianya yang menjadikannya angan tak tergapai. Dia terlalu sempurna untuk orang sepertiku.
(semoga draftnya jadi yaAllah aamiin)
no title
dear land,
kukira hidup itu mudah. hanya dengan senyum kita bisa melewati sejuta kesulitan yang tidak kita harapkan. nyatanya tidak. butuh kata terpaksa di setiap senyum yang -sebenarnya- tidak ingin kita keluarkan. memaksa diri menutup hati.
kukira hidup itu selalu ber-ending bahagia. nyatanya tidak. kita tidak selalu bahagia. tapi, kita juga tidak selalu sedih. kadang yang berlebihan itu terasa menyakitkan.
kukira hatiku sudah benar-benar berlabuh. tp nyatanya aku salah. lubang-lubang itu masih menganga, malah makin hari makin memadati seluruh sisa di hatiku. sakit memang. tp mau gimana lagi?
ku kira..... hariku akan berubah. berubah lebih indah saat aku melihatmu. ternyata tidak. tidak selamanya, hidupku indah. tidak selamanya kamu membuatku bahagia. tidak selamanya, karena aku akan mati. menjadi buih di antara binatang sakti...
kukira hidup itu mudah. hanya dengan senyum kita bisa melewati sejuta kesulitan yang tidak kita harapkan. nyatanya tidak. butuh kata terpaksa di setiap senyum yang -sebenarnya- tidak ingin kita keluarkan. memaksa diri menutup hati.
kukira hidup itu selalu ber-ending bahagia. nyatanya tidak. kita tidak selalu bahagia. tapi, kita juga tidak selalu sedih. kadang yang berlebihan itu terasa menyakitkan.
kukira hatiku sudah benar-benar berlabuh. tp nyatanya aku salah. lubang-lubang itu masih menganga, malah makin hari makin memadati seluruh sisa di hatiku. sakit memang. tp mau gimana lagi?
ku kira..... hariku akan berubah. berubah lebih indah saat aku melihatmu. ternyata tidak. tidak selamanya, hidupku indah. tidak selamanya kamu membuatku bahagia. tidak selamanya, karena aku akan mati. menjadi buih di antara binatang sakti...
no title
Mawar hari ini terlihat layu,
tidak bersahabat tidak pula merayu.
Entah mengapa hujan pun turun,
merajuk manja kepada sang bumi.
Hati terlampau cinta
malah jadinya membelenggu...
berharap yang baru berbeda,
nyatanya sama saja...
selalu membuatku terluka.
entahlah,
siapa yang salah kutak peduli.
mungkin aku yang terlalu peka.
menduga dan mengira
tanpa kompromi yang pasti
entahlah,
siapa yang jatuh
dan siapa yang mencinta
yang jelas aku telah jatuh
dan berlabuh di hati yang salah
mungkin bukan cinta
hanya rasa kagum yang mendalam
entahlah,
selalu berakhir seperti ini
tapi tak pantas kukeluhkan
takdirku sudah pasti
hanya hati yang belum pasti
meninggalkan cerita dan kenangan
menyisakan harap dalam gundah
entahlah,
rasa itu makin menjadi
dan aku semakin terhimpit
terjepit antara sakit dan bahag ia
tak selalu sendiri
hanya saja sering
entahlah,
berharap ia tak rasa
biar ku merasakannya sendiri
menangis daalam tawa
menyunggingkan senyum penuh arti
entahlah,
masih saja sama
aku mengulanginya lagi
mencintai untuk disakiti
tidak bersahabat tidak pula merayu.
Entah mengapa hujan pun turun,
merajuk manja kepada sang bumi.
Hati terlampau cinta
malah jadinya membelenggu...
berharap yang baru berbeda,
nyatanya sama saja...
selalu membuatku terluka.
entahlah,
siapa yang salah kutak peduli.
mungkin aku yang terlalu peka.
menduga dan mengira
tanpa kompromi yang pasti
entahlah,
siapa yang jatuh
dan siapa yang mencinta
yang jelas aku telah jatuh
dan berlabuh di hati yang salah
mungkin bukan cinta
hanya rasa kagum yang mendalam
entahlah,
selalu berakhir seperti ini
tapi tak pantas kukeluhkan
takdirku sudah pasti
hanya hati yang belum pasti
meninggalkan cerita dan kenangan
menyisakan harap dalam gundah
entahlah,
rasa itu makin menjadi
dan aku semakin terhimpit
terjepit antara sakit dan bahag ia
tak selalu sendiri
hanya saja sering
entahlah,
berharap ia tak rasa
biar ku merasakannya sendiri
menangis daalam tawa
menyunggingkan senyum penuh arti
entahlah,
masih saja sama
aku mengulanginya lagi
mencintai untuk disakiti
Friday, June 15, 2012
Thursday, June 14, 2012
Dekap Cinta - karya Hasna
Hamparan luas di hadapanku sudah tak dapat kulihat lagi. Aku hanya bisa merasakannya. Tak dapat kutangisi lagi, ini sudah bulan kesepuluh aku kehilangan berbagai cara untuk melihat. Tanpa melihat aku masih sanggup mendengar. Namun, samar-samar pendengaranku mulai tidak berfungsi. Aku tak bisa mendengar apapun. Hanya hembusan angin yang dapat kurasakan. Kehadiran orang-orang yang kusayangi dapat kurasakan atas hembusan nafas penuh kasih. Ya Tuhan, sanggupkah aku melewati sisa hidupku dengan tanpa penglihatan dan pendengaran? Bagaimana caraku untuk memberitahu maksud hati?
Aku merasakannya, ya hembusan itu selalu kunanti. Dia mendekatiku, apakah itu benar-benar dirinya? Bagaimana dia saat ini? Masihkah sama seperti sepuluh bulan lalu? Sunggu, aku rindu untuk menatapnya. Tangan lembutnya menyentuh pipiku, aku mencoba mencari wajahnya. Perlahan, kupeluk tubuhnya erat. Tubuh penuh kasih yang dapat menghilangkan dendam terukir dalam degupan jantung yang sedang bekerja keras membantunya bernafas. Dia menuliskan sesuatu di tanganku dengan jari lembutnya. M-A-K-A-N. Ya hanya cara ini yang bisa menghubungkanku dengan dunia luar. Sentuhan lembut jari-jari di tanganku. Satu-satunya komunikasi yang dapat kumengerti. Dengan segera aku mengikutinya dari belakang. Tangan itu menggandengku penuh hati-hati, menuntunku penuh dengan rasa sabar. Tanpa ada keluhan sedikitpun. Dia kembali membantuku, tangan itu bekerja penuh dengan perhatian. Membantuku duduk penuh dengan perasaan seakan aku bayi yang baru saja dilahirkan. Piring berisi nasi atau entahlah aku tidak mengetahuinya secara pasti –yang penting aku bisa makan. Dia berikan kepadaku. Aku tersenyum. nafas itu mendekat seakan merasakan kebingunganku, jari lembut itu kembali menyentuh di tanganku. U-D-A-N-G. Oh ya, makananku hari ini udang. Dan akupun tidak tahu udang itu digoreng, direbus atau ditumis. Entahlah, sekali lagi yang penting aku makan.
Usai aku melahap habis makananku, dia kembali membantuku untuk bangun dan berjalan meninggalkan ruang makan. Sungguh, aku benar-benar merindu padanya. Pancaran wajahnya yang teduh, selalu nyaman untuk dipandang. Dia selalu mengerti tentangku, lebih mengerti dari diriku sendiri. Jari lembutnya kembali mengukir kata-kata ditanganku T-I-D-U-R. Ya, dia membawaku ke kamar. Membaringkanku penuh dengan rasa kasih yang mendalam. Mengecup keningku dan membiarkanku terlelap dengan pikiranku. Tak lama aku tertidur pulas.
***
Dia membelakangiku. Aku segera berlari mengejarnya. Tunggu, aku bisa melihatnya? Ya Tuhan, penglihatanku kembali. Terimakasih, terimakasih sekali. Aku berlari penuh dengan guratan rindu yang mendalam. Tak berapa lama semakin aku mendekatinya, aku mendengar gemericik air di dekatnya. Sungguh? Pendengaranku telah kau kembalikan pula padaku. Ya Tuhan, beribu nikmat telah Kau berikan untukku. Jadikanlah kami hambamu yang bersyukur. Batinku. Aku menggapainya, aku memeluknya amat erat dari belakang. Dia membalikan tubuhnya, dia tersenyum padaku. Sungguh wajah yang amat sangat kurindu, cantiknya terpancar penuh kesabaran. Aku mengecup keningnya lama. Memeluknya erat, seakan mengatakan aku tidak ingin kehilangannya. Dia balas memelukku, mengeluarkan senyum terbaiknya. Memberikan kasih dari tiap pelukan yang diberikannya. Aku tersenyum manja. Sungguh aku amat merindukan pelukan dalam tiap wajahnya.
“Bunda, aku sayang bunda.” Ucapku pelan, mengalun bersama hembusan angin. Hampir tidak terdengar. Tunggu. Aku bisa berbicara? Ya Tuhan apakah ini mimpi? Jika iya, jangan biarkan aku terlarut di dalamnya. Harapku cemas dalam hati. Seharian penuh aku bercanda dengannya, bertukar cerita, pendapat atau apapun semuanya kami bicarakan. Dia tersenyum. menitikan air mata kebahagiaan setitik demi setitik.
“Bunda lebih menyayangimu dari yang telah kamu ketahui.” Aku memeluknya erat, amat erat. Enggan untuk melepaskannya.
***
Aku tersenyum. sekali lagi aku mencoba meraihnya, meraih semuanya. Nihil, tidak terlihat apapun, tidak terdengar apapun. aku hanya bermimpi. Mimpi indah yang tak pernah ingin kutinggalkan. Perlahan aku mencoba bangun dari posisi tidurku. Menggapai sisi-sisi tempat tidur dengan perlahan dan berjalan perlahan berpegangan pada apapun yang ada di dekatku. Aku sudah tidak mengenali benda-benda yang berada di kamarku saat ini. Tak lama aku berjalan, aku merasakan sakit yang amat sangat menyiksa. Aku tidak bisa bangun dari dudukku yang tiba-tiba. Yang aku tahu, aku terjatuh. Tapi aku tidak tahu dimana aku terjatuh saat ini. Terasa entakan lembut mendekat. Aku mencoba meraihnya. Aku tetap tidak menemukannya. Aku tidak mampu kembali berdiri. Ya Tuhan, ada apa ini? Kenapa dengan kakiku? Aku panik. Tapi tak ada satupun yang bisa kulakukan. Tiba-tiba semuanya hilang. Aku tidak dapat mengingat apapun. Seperti tertidur dalam gelap.
Saat aku kembali merasakannya, tangan lembut itu tengah menyentuh lembut keningku. Aku merasakan ada sesuatu yang dingin sedang menyentuh bagian tubuhku. Sekiranya aku mengenal itu. Tangan lembut itu menyentuh telapak tanganku dan langsung menjulurkan jemarinya dengan indah. D-O-K-T-E-R. Ya, dokter sedang memeriksaku. Benda itu apa namanya? Aku ingin mengetahuinya. Lagi-lagi sepertinya dia merasakan kebingunganku dan dia mengerti. Diulurkannya kembali jemari itu dengan indah. S-T-E-T-O-S-K-O-P. Sekarang aku mengerti.
Sepertinya dokter itu sudah tidak ada di sisiku. Aku mencoba bangun perlahan, namun kakiku sepertinya tidak dapat kugerakan sama sekali. Aku menyentuhnya, menepuk-nepuk dan menuliskan jemariku di telapak tangannya. K-A-K-I K-U K-E-N-A-P-A. Dia menepukku pelan. Amat pelan seperti ungkapan “sabar ya, aku tau kamu pasti bisa melaluinya.” K-A-M-U L-U-M-P-U-H. Tak berhenti tangan lembut itu mengusap bagian tubuhku, apa aku lumpuh? Rasanya aku ingin menangis saat itu juga. Tapi aku tidak bisa mengeluarkan air mata. Air mata itu ada di sini, di hati ini. Sungguh cobaan yang Kau berikan amatlah berat Tuhan. Tapi tidak mengapa. Aku masih mempunyai-Mu. Dan aku masih punya dia. Bersedia menemaniku kapanpun dimanapun. Sungguh, anugrah yang patut aku syukuri. Dia –Bunda– menyelimutiku. Aku merasakannya. Bulu-bulu halus menghangatkan tubuhku. Membawaku ke alam mimpi secara perlahan.
***
“Bunda, tunggu. Aku bisa mengejarmu bukan?” tanyaku riang. Dia mengangguk. Tangan lembutnya membelai kepalaku penuh sayang. Aku menyeringai. Aku dapat tertawa bebas. Menari, berjalan dan berlari semauku. Tapi Tuhan, bukankah baru saja aku dikabarkan lumpuh? Apakah aku telah sembuh? Ataukah aku terjebak dalam permainanMu? Bukankah Engkau Maha Adil lagi Maha Bijaksana? Ya Tuhan, jangan biarkan aku mengaharap tanpa ada balasan. Sejenak aku melupakan pikiran-pikiranku. Aku terus berlarian, bermain dan tentu saja penuh dengan tawa. Ya, ini semua anugrah-Nya. Aku tidak boleh angkuh dan merasa terlalu senang karenanya. Batinku.
“Sarah, pulang sayang. Udah malam, besok lagi ya mainnya.” Bunda memanggilku penuh dengan kelembutan. Aku menghampirinya penuh dengan seringai. Dia tersenyum dan membelai kepalaku penuh sayang.
***
Aku tersadar. Lagi-lagi hanya mimpi. Kini semuanya gelap. Tak ada lagi tawa, kini semuanya senyap. Dan tak dapat lagi aku berlari menggapai kebahagiaan. Kini semuanya semu. Mimpi. Mimpi indah yang terlalu memesona. Membuat diri lupa akan artinya harapan. Tangan lembut itu kembali menyentuh pipiku lembut, seakan mengatakan “Bunda selalu di sini, kapanpun kamu butuh. Kamu tidak pernah sendirian.” Langsung kupeluk dia penuh erat. Kini rasa sayangku benar-benar meluap. Ya Tuhan, satu saja permintaanku. Aku ingin membahagiakannya, walau aku penuh dengan segala keterbatasan. Aku merindunya dalam dekapku. Dekap penuh cinta.
“Di setiap pedih yang aku rasakan. Di situlah aku menemukan arti kebahagiaan dengan penuh ketulusan.”
notitle~
bismillah...
"merindu lebih menyiksa daripada patah hati"
kukatakan aku rindu padamu. rindu akan perhatianmu. dan rindu derai canda bersamamu.
kini sudah tak tersisa selain kenangan,
sudah tak dapat kugenggam sedikitpun
cerita berakhir
tersisa rindu yang menyayat hati perlahan
tak pernah kukatakan
namun tersorot dari sinar mataku
rindu ini memang lebih menyiksa,
daripada patah hati di senja yang telah menua
"merindu lebih menyiksa daripada patah hati"
kukatakan aku rindu padamu. rindu akan perhatianmu. dan rindu derai canda bersamamu.
kini sudah tak tersisa selain kenangan,
sudah tak dapat kugenggam sedikitpun
cerita berakhir
tersisa rindu yang menyayat hati perlahan
tak pernah kukatakan
namun tersorot dari sinar mataku
rindu ini memang lebih menyiksa,
daripada patah hati di senja yang telah menua
notitle~~~
masihkah kau menyimpan peduli
terhadapku?
wahai...
jangan biarkan emosiku
bergejolak padamu
biarlah angin membawanya pergi menjauh
agar kau tak pernah tahu
wahai...
aku merindu
dalam dekap embun pagi
terhadapku?
wahai...
jangan biarkan emosiku
bergejolak padamu
biarlah angin membawanya pergi menjauh
agar kau tak pernah tahu
wahai...
aku merindu
dalam dekap embun pagi
notitle~
Tuhan tidak akan pernah mengizinkanku iri.
tapi bagaimana denganmu?
jikalau aku lelaki, aku pasti memilihmu.
kesederhanaanmu membuatku terenyah.
kelembutanmu membuatku merasa
aku adalah orang yang beruntung,
memilikimu dalam dekapku
keshalehanmu membuat aku terpesona
adakah perempuan lain secantik dirimu?
duhai....
wajarkah bila aku iri?
mengagumimu,
merelakan kasih
yang telah lebih dulu kugenggam?
duhai....
aku ingin menangis.
menimbun sesak penuh asa,
dalam ridha-Nya.
apakah ini yang dinamakan
'cemburu'?
tapi bagaimana denganmu?
jikalau aku lelaki, aku pasti memilihmu.
kesederhanaanmu membuatku terenyah.
kelembutanmu membuatku merasa
aku adalah orang yang beruntung,
memilikimu dalam dekapku
keshalehanmu membuat aku terpesona
adakah perempuan lain secantik dirimu?
duhai....
wajarkah bila aku iri?
mengagumimu,
merelakan kasih
yang telah lebih dulu kugenggam?
duhai....
aku ingin menangis.
menimbun sesak penuh asa,
dalam ridha-Nya.
apakah ini yang dinamakan
'cemburu'?
notitle~
bismillah...
pura-pura. terdengar menyedihkan bukan?
yups. belakangan ini hari-hariku full dengan kepura-puraan. sakit ya?
tapi menurutku ini 'cara' yang terbaik,
walaupun makin lama berpura-pura makin nyiksa hati.
munafik? ya sejujurnya munafik juga sih,
tapi gak ada yang lebih bahagia ngeliat 'sahabat'nya bahagia bukan?
yups. alasan klasik,
berpura-pura dengan merelakan kebahagiaan demi orang yang kita sayangi.
tapi aku yakin. suatu saat nanti. langkahku benar-benar tulus. dan masih banyak 'dia' yang lainnya~
Saturday, May 12, 2012
notitle~
karya Hasna Hafizhah Salma
mengukir cinta dalam asa
merajut mimpi dalam belenggu
takkan sampai pada haluan
melambung tinggi harap tak sampai
tak pantas untuk melukai
menjadi jiwa menepi hati
mengikhlaskan sebagian diri
merelakan berbalas kasih
jauh tak pernah kembali
meninggalkan hamparan pedih
cerita palsu terus terukir
dalam derita penuh tawa
aku yang mencintaimu
dalam diam dalam semu
kugenggam namun tak mampu
biarlah berlalu bersama waktu
aku yang peduli terhadapmu
menahan hati untuk menunggu
walau tak kunjung kau mengaku
biarlah hati tertahan menyeru
mengukir cinta dalam asa
merajut mimpi dalam belenggu
takkan sampai pada haluan
melambung tinggi harap tak sampai
tak pantas untuk melukai
menjadi jiwa menepi hati
mengikhlaskan sebagian diri
merelakan berbalas kasih
jauh tak pernah kembali
meninggalkan hamparan pedih
cerita palsu terus terukir
dalam derita penuh tawa
aku yang mencintaimu
dalam diam dalam semu
kugenggam namun tak mampu
biarlah berlalu bersama waktu
aku yang peduli terhadapmu
menahan hati untuk menunggu
walau tak kunjung kau mengaku
biarlah hati tertahan menyeru
notitle~
karya Hasna Hafizhah Salma
entah apa yang harus kukatakan,
haruskah aku menangis?
utarakan maksud hati?
tanpa harus ku berpura-pura
atau haruskah kulalui
cerita hati tanpa menepi
berlalunya waktu sendiri
menuju hati kian pasti
begitu rumit untuk kujelaskan
terlalu rapuh untuk kujabarkan
penuh tawa sembunyikan derita
perih hati makin merana
entah apa yang harus kukatakan,
haruskah aku menangis?
utarakan maksud hati?
tanpa harus ku berpura-pura
atau haruskah kulalui
cerita hati tanpa menepi
berlalunya waktu sendiri
menuju hati kian pasti
begitu rumit untuk kujelaskan
terlalu rapuh untuk kujabarkan
penuh tawa sembunyikan derita
perih hati makin merana
Friday, May 11, 2012
notitle~
karya hasna hafizhah salma
jerit hati tak menentu
tertahan sedih yang berliku
tersenyum palsu di tengah kaku
menarik rindu dalam bisu
aku berlari menembus waktu
membelah jalan menahan pilu
bertabur derita tawa palsu
hinaan diri makin menusuk
setia dalam menunggu
harap cemas bercampur satu
semuanya terukir penuh
dalam cerita berbatas waktu
kutinggalkan hamparan ragu
meninggalkan asa dalam belenggu
kupaksakan hati menuju
tak kembali pada yang lalu
jerit hati tak menentu
tertahan sedih yang berliku
tersenyum palsu di tengah kaku
menarik rindu dalam bisu
aku berlari menembus waktu
membelah jalan menahan pilu
bertabur derita tawa palsu
hinaan diri makin menusuk
setia dalam menunggu
harap cemas bercampur satu
semuanya terukir penuh
dalam cerita berbatas waktu
kutinggalkan hamparan ragu
meninggalkan asa dalam belenggu
kupaksakan hati menuju
tak kembali pada yang lalu
Senada Harap dalam Badai
karya Hana Nabilah
Serumit nada dalam diam
merengkuh hina bercampur darah
tertutup keji dibalut suara
melambai indah tertarik angan
penari janji bertabur dusta
menarik hidup dan jalurnya
sepahit racun pada tawa
menetes cinta terhapus dendam
teriakan padu mengalun tajam
menuju harap berlatas palsu
tersungging indah senyum paksaan
merajut kasih berjarum hitam
terlampau benci dibalas rindu
menyunting kisah dibalik awan
kau tak harus menyentuh langit
karena tinggi terlalu kejam
melukis arah terbawa harap
menyunting kisah dibalik awan
sehelai rambut memaksa diam
menyerapi hidup kelu tanpa jeda
menghentikan angan tinggi
tertarik kutu tak tahu diri
sehelai yang tak berguna
menyendiri diatas lahan tanpa kawan
tertahan akar berlapis baja
meratap hidup bukan jalannya
seikat ijuk menghapus duka
membelai kasih berserak cinta
menyapu pasir yang tak berguna
terinjak telapak berkuman seribu
membawa hidup ke dunia lain
kehidupan baru di alam mimpi
setitik semangat tinta harapan
menggoreskan seulas senyum diatas awan
menerka tawa berbalas hina
terbantu burung menarik terbang
memanah tujuan hidup
tak selalu disaut ceria
petir api merusak langit
menoreh kisah berlatar kehampaan
satu dalam seribu
menjilat bulu putih bertekstur lembut
lidah tak berdosa menjadi senjata
menelan berjuta bakteri tanpa pinta
matahari membakar kulit dengan paksa
berjuta lalat hitam menyergapinya
meminta lebih dan tak ada habisnya
rasa puas sirna tanpa perintah
terlelap diri dan indahnya
lautan keringat mengalir deras
mematahkan tulang-tulang tak berdaya
menggerogoti pikiran untuk bahagia
terlena mata dengan hijaunya
selembar pun akan terampas
tak ada ampun untuk terus berjuang
mengorek peruntungan demi memilikinya
maksud hati melukis tawa
tak sampai arah karena badainya
tertumpah warna diatas awan
mengubah rasa menjadi harap
tertutup awan berubah gelap
jingga langit mengajak diri terbang
menorehkan suka dengan anginnya
terpatah tatap diujung luka
menyingkirkan ego pada teriknya
Serumit nada dalam diam
merengkuh hina bercampur darah
tertutup keji dibalut suara
melambai indah tertarik angan
penari janji bertabur dusta
menarik hidup dan jalurnya
sepahit racun pada tawa
menetes cinta terhapus dendam
teriakan padu mengalun tajam
menuju harap berlatas palsu
tersungging indah senyum paksaan
merajut kasih berjarum hitam
terlampau benci dibalas rindu
menyunting kisah dibalik awan
kau tak harus menyentuh langit
karena tinggi terlalu kejam
melukis arah terbawa harap
menyunting kisah dibalik awan
sehelai rambut memaksa diam
menyerapi hidup kelu tanpa jeda
menghentikan angan tinggi
tertarik kutu tak tahu diri
sehelai yang tak berguna
menyendiri diatas lahan tanpa kawan
tertahan akar berlapis baja
meratap hidup bukan jalannya
seikat ijuk menghapus duka
membelai kasih berserak cinta
menyapu pasir yang tak berguna
terinjak telapak berkuman seribu
membawa hidup ke dunia lain
kehidupan baru di alam mimpi
setitik semangat tinta harapan
menggoreskan seulas senyum diatas awan
menerka tawa berbalas hina
terbantu burung menarik terbang
memanah tujuan hidup
tak selalu disaut ceria
petir api merusak langit
menoreh kisah berlatar kehampaan
satu dalam seribu
menjilat bulu putih bertekstur lembut
lidah tak berdosa menjadi senjata
menelan berjuta bakteri tanpa pinta
matahari membakar kulit dengan paksa
berjuta lalat hitam menyergapinya
meminta lebih dan tak ada habisnya
rasa puas sirna tanpa perintah
terlelap diri dan indahnya
lautan keringat mengalir deras
mematahkan tulang-tulang tak berdaya
menggerogoti pikiran untuk bahagia
terlena mata dengan hijaunya
selembar pun akan terampas
tak ada ampun untuk terus berjuang
mengorek peruntungan demi memilikinya
maksud hati melukis tawa
tak sampai arah karena badainya
tertumpah warna diatas awan
mengubah rasa menjadi harap
tertutup awan berubah gelap
jingga langit mengajak diri terbang
menorehkan suka dengan anginnya
terpatah tatap diujung luka
menyingkirkan ego pada teriknya
Wednesday, May 9, 2012
notitle~
kurelakan engkau berlari,
mengejar asa kian jauh,
hamparan hati mulai mengabu,
kelabu datang menunggu...
kurelakan engkau melepas,
setitik demi setitik,
genggaman dalam kalbu,
yang kian memalsu...
kurelakan engkau bahagia,
menggenggam penuh kebahagiaan,
di saat kamu menggapainya,
kutitipkan salam pada angin
aku mulai merapuh,
mengapung di atas abu...
mengejar asa kian jauh,
hamparan hati mulai mengabu,
kelabu datang menunggu...
kurelakan engkau melepas,
setitik demi setitik,
genggaman dalam kalbu,
yang kian memalsu...
kurelakan engkau bahagia,
menggenggam penuh kebahagiaan,
di saat kamu menggapainya,
kutitipkan salam pada angin
aku mulai merapuh,
mengapung di atas abu...
Diatas ceritamu~
karya Hasna Hafizhah Salma
ceritaku terukir diatas ceritamu,
takkan pernah kubiarkan,
dirimu yang melayu dalam genggaman,
bila itu harus,
aku akan merelakanmu...
takkan pernah kuizinkan,
kau melemah dalam pelukanku,
biar aku yang menjauh,
dari senyum palsumu...
hujan menyelimutinya,
mengukir setitik demi setitik
air mata dalam asa,
kalbu memaksakannya,
tersenyum walau sungguh terasa amat berat.
ceritaku terukir diatas ceritamu,
takkan pernah kubiarkan,
dirimu yang melayu dalam genggaman,
bila itu harus,
aku akan merelakanmu...
takkan pernah kuizinkan,
kau melemah dalam pelukanku,
biar aku yang menjauh,
dari senyum palsumu...
hujan menyelimutinya,
mengukir setitik demi setitik
air mata dalam asa,
kalbu memaksakannya,
tersenyum walau sungguh terasa amat berat.
Friday, May 4, 2012
welfare~
karya Hasna Hafizhah Salma
Hidup itu penuh rintangan. Bukan sekali dua kali, namun berkali-kali. Hidup itu punya banyak rasa, bukan hanya bahagia namun bisa juga sedih atau apapun. Hidup itu penuh dengan pilihan. Salah memilih, berakibat fatal bagi hidup itu sendiri. Dan hidup itu hanya sekali, jangan disia-siain sama pilihan yang salah.
Zahra berjalan tanpa tujuan. Dia hanya mengikuti kemana kakinya kan berjalan. Zahra bukan gadis yang tegas, hidupnya dipenuhi dengan kebimbangan. Dia tidak bisa mengambil keputusan dengan baik. Di saat Zahra menemukan persimpangan, ia tidak mampu memilih, ia tidak tahu harus memilih yang mana. Zahra hanya ingin kebahagiaan, ia tidak ingin salah pilih dan akhirnya sedih berkepanjangan. Zahra mampu beribu-ribu kali untuk tertawa, namun Zahra takut untuk terjatuh. Terlalu takut, sampai ia tak menemukan apapun dalam hidupnya. Datar.
Sampai suatu hari, Zahra merasa jatah bahagianya telah diambil oleh Tuhan. Ayahnya di PHK, ibunya sakit keras. Zahra yang tidak biasa dengan ketidakcukupan hanya mampu mengeluh dan mengeluh. Dadanya seakan sesak setiap ia tidak dapat menemukan sepeser uang di dompetnya. Bagi Zahra kebahagiaan hanyalah materi. Ayahnya frustasi, mabuk-mabukan dan tidak mengurus ibunya. Sakit yang diderita ibunya semakin parah. Zahra menahan tangis. Pilu untuk mengatakan bahwa ini nyata, bukan mimpi. Zahra ingin berteriak, namun suaranya sudah tidak mampu meneriakan apa yang ingin dikatakannya saat melihat ayahnya pulang dalam keadaan mabuk dan membawa perempuan lain di rumahnya. Zahra hanya menahan nangis dan emosi. Ibunya yang semakin hari semakin memburuk, membuat Zahra harus banting tulang untuk mengobati ibunya. Semakin hari semakin buruk pula tingkah laku ayahnya. Setiap melihat hal-hal baru yang dikerjakan ayahnya selalu membuat dada Zahra sesak, seakan ingin mati saat itu juga.
Ibu Zahra sudah tidak tertolong. Ibu meninggalkannya sebatang kara. Zahra merasa bahwa Tuhan tidak adil, ia ingin tersenyum namun tidak mampu. Ia ingin menangis, namun tertahan. Sahabatnya hanya datang padanya saat ia kaya. Zahra merasa ingin memutar waktu, seperti dulu.
Ayahnya tidak ada perubahan sedikitpun, dia masih saja tetap mabuk-mabukan. Pada hari pemakaman ibu, ayahnya tidak terlihat batang hidungnya. Tidak ada yang menguatkan Zahra saat itu. Dia merasa, Tuhan sedang mengujinya.
Di hari yang berbeda, Zahra mencoba mengikhlaskan semuanya. Kini ia tinggal bersama paman dan bibinya. Zahra hendak berjalan-jalan mencari ketenangan. Saat ia sedang duduk dan menunggu bis datang di halte, seorang pengemis mendatanginya. Saat itu Zahra hanya mempunyai sepeser uang lima ribu. Pengemis itu terlihat tampak lelah, Zahra tidak tega melihatnya. Zahra memberikan uang satu-satunya miliknya kepada pengemis itu. Pengemis itu tersenyum sembari mengucapkan terimakasih dan mendoakannya. Uangnya sudah habis. Zahra tidak jadi naik bis, dia berjalan kaki menuju rumah pamannya. Lelah yang biasa ia rasakan kini tidak terasa sama sekali. Hanya perasaan bahagia bercampur lega dari dalam hatinya. Di sudut persimpangan dekat rumah pamannya, Zahra melihat seorang gembel mendatangi seorang pengemis dan meminta sepeser uang. Zahra tau pengemis itu hanya memiliki makanan yang hendak dimakannya itu, pengemis tadi tidak jadi memakannya, ia memberikannya pada gembel yang mendatanginya. Zahra merasa hatinya teduh.
Sampai di rumah pamannya, ia melihat ayahnya sedang menunggu di ruang tamu. Ayahnya tersenyum padanya, rambutnya beserta pakaiannya sangat rapih. Zahra hendak memasuki rumah pamannya, ayahnya memeluk dengan erat. Zahra ragu untuk membalasnya.
“ayah sudah mendapat pekerjaan lagi. Maafkan ayah yang menyia-nyiakan sisa hidup ibumu dan kamu Zahra. Ayah berjanji akan membahagiaakanmu sampai ayah kembali pada-Nya.” Zahra tidak mampu berkata apapun. hening seketika. Hanya terdengar isakan pelan Zahra. Ayahnya melepaskan pelukannya. Zahra mengangguk dan tersenyum.
Kini semuanya terasa membahagiakan. Zahra selalu mencoba ikhlas dan bersyukur atas apa yang telah ia miliki. Ia selalu merasa bahagia dari dasar hatinya. Tidak terpaksa, tidak karena materi. Kebahagiaannya berawal dari sebuah kebaikan dan ketulusan. Tuhan selalu adil dengan cara-Nya sendiri. J
“kebahagiaan bukan apa yang kamu miliki. Kebahagiaan berasal dari hati nuranimu yang bersedia menerima apapun atas dirimu.” – anonim.
ikhlas
karya Hasna Hafizhah Salma
“Kasihan gadis itu, harus melalui hidupnya penuh dengan kepura-puraan.”
Anna sedang tertawa bersama teman-temannya. Tawanya tidaklah tulus, terlihat dari guratan wajahnya tawanya penuh dengan paksaan. Anna selalu memasang wajah gembira, namun sikapnya yang kaku dan matanya yang redup membuat siapapun yang mengenalinya dengan baik akan berkata bahwa dia sedang berpura-pura. Anna tidak suka dikasihani. Itu yang membuat dia terlihat kuat.
Saat Anna berusia lima tahun, ayahnya meninggalkan dirinya untuk selama-lamanya. Anna yang tak mengerti, menangis setiap hari selama setahun. Sinar matanya yang selalu menggambarkan kebahagiaannya sudah tidak terpancar lagi. Sinar itu sirna entah kemana. Kebahagiaannya seakan hilang seiring kepergian ayahnya. Anna mengalami perubahaan drastis, ibunya hanya mampu menangis melihat perubahan Anna. Anna menganggap dirinya adalah gadis kecil sebatangkara, tidak memiliki apapun kecuali apa yang ada pada dirinya.
Setahun berlalu, Anna perlahan kembali berubah. Sudah tidak menyendiri lagi. Tangisannya berganti tawa, sinar itu kembali menyala. Anna semakin mampu untuk menerima kenyataan bahwa ayahnya bahagia di sisi-Nya. Anna menyayangi ibunya lebih dari apapun. Kondisi ekonomi yang minim membuatnya bekerja keras membantu ibunya. Anna melakukan itu semua dengan ikhlas, tanpa paksaan.
Sinar mata Anna sudah sepenuhnya kembali. Tawanya lepas dan ringan. Siapapun yang melihatnya akan berkata Anna adalah gadis yang tidak memiliki beban sama sekali. Apapun itu. Anna telah mengunci rapat-rapat kenangan masa lalunya dengan ayahnya. Sedikit demi sedikit kondisi ekonomi keluarganya terangkat. Anna mampu tersenyum lepas, tanpa beban.
Sepertinya Tuhan sayang pada Anna, Anna diuji kembali oleh-Nya. Ibunya jatuh sakit. Anna banting tulang menggantikan ibunya untuk mencari nafkah. Kondisi ekonominya kembali menurun, bahkan sudah di bawah batas miskin. Anna berhenti sekolah. Uang yang didapatnya sebagian untuk membeli obat ibunya, dan sebagiannya lagi untuk membeli makan untuk dirinya dan ibunya. Namun sinar itu masih ada, menyala. Seakan mengatakan bahwa Anna baik-baik saja. Tidak terjadi apapun pada dirinya dan keluarganya. Walaupun tiap malam, rindu itu menyerang. Anna menangis dalam sujudnya setiap kali ia rindu pada ayahnya. Berharap Tuhan menyampaikan salamnya untuk ayahnya tercinta.
Saat Anna beranjak lima belas tahun, Tuhan benar-benar mengujinya. Ibunya kembali pada-Nya, menghadap-Nya dengan tenang dan senyuman. Anna tidak menangis, tidak juga tertawa, dan Anna tidak mengeluarkan ekspresi apapun. Datar. Sinar matanya redup, tawanya tidak serenyah dulu, semuanya hancur seketika. Dia merasa bahwa Tuhan tidak sayang padanya. Tuhan tidak adil. Tuhan tidak mampu membuatnya tersenyum bahagia.
“Kau baik-baik saja Ann?” seseorang menepuk Anna lembut. Anna terlonjak. Menghindar.
“jangan sentuh aku.” Anna berteriak. Seseorang itu terenyuh. Namun kasih sayangnya tidak sirna. Seseorang itu percaya bahwa kelembutan akan melunakannya. Anna tidak mendekat juga tidak menjauh dari posisi dimana ia berdiri. Ibunya kini sudah sepenuhnya terkubur. Pelayat sudah pada pulang. Kecuali seseorang yang bertanya dengan lembut pada Anna. Dia masih berdiri di dekat Anna, menunggu sampai pertahanan Anna rapuh. Seseorang yang sangat dekat dengan Anna. Bila, sahabatnya.
“TUHAAAAAAAN! MENGAPA INI HARUS TERJADI?! KAU MENGAMBIL SEMUA ORANG YANG KUSAYANG!!! APA SALAHKU PADAMU TUHAN?! SHOLAT DAN IBADAH SELALU KULAKUKAN DENGAN BAIK!!! TUHAN KEMBALIKAN MEREKA!!!” pertahanan Anna rapuh seketika. Tangisnya meledak. Sinar matanya kian redup. Bila merengkuhnya erat.
“apa salahku bil? Apa salahku pada Allah, Bil? Kenapa Dia ngelakuin ini Bil? Aku sayang mereka, tapi mereka jahat sama aku. Mereka janji bakal nemenin aku sampai aku dewasa. Tapi mereka ngingkarin janji. Aku punya siapa sekarang??? Bila, apa Allah marah???” Tangis Anna makin pecah. Pernyataan dan pertanyaan menunjukan penyesalan dan penuntutan. Bila tidak dapat menjawab pertanyaannya. Dan mungkin Anna tidak membutuhkan jawabannya. YaAllah, kuatkanlah sahabatku…ampunilah dia dalam ucapannya yang kemungkinan sedang khilaf.. doa Bila dalam hati. Tangis Anna semakin menjadi. Sinar matanya kini telah menghilang, sembab di matanya menunjukan bahwa dia sudah tak mampu menerima beban ini sendirian, dia tak ingin sendirian.
“aku malu Bil, aku malu. Aku belum sempat meminta maaf pada ibuku. Aku belum sempat membuat ibuku bahagia. Aku hanya nyusahin mereka. Aku hanya dapat berbohong pada mereka. Aku jahat sama mereka. Tapi mereka lebih jahat lagi sama aku, mereka ninggalin aku di saat aku butuh mereka. Di saat aku merasa manusia yang paling beruntung memiliki orangtua sebaik mereka. Tapi mereka pergi gitu aja. Aku hina bil. Aku hina!!!!!” Anna mulai tidak bisa mengontrol dirinya. Semakin lama pernyataannya terdengar memaki dirinya sendiri. yaAllah, aku tak mampu melihatnya seperti ini, aku benar-benar tak mampu… batin Bila.
“Hidup bukanlah tentang satu hal. Semua akan kembali pada-Nya, dan kita harus mengikhlaskannya. Percayalah, selalu ada pelangi disela-sela hujan.” – Aku.
Subscribe to:
Posts (Atom)