Part 2
Pagi yang indah. Hari ini masuk seperti biasa, rapatnya sudah diselesaikan dari kemarin, namun kali ini kelas 9 pulang lebih awal untuk mengadakan test masuk SMA. Kelas 7 dan 8 belajar seperti biasa. Alya masuk dengan senyuman untuk menutupi kesedihannya kemarin, ia ke sekolah diantar oleh papanya yang ingin sekalian berangkat ke kantor. Pelajaran pertama di kelas 8.3, adalah Bahasa Indonesia. Yups, kelas 8.3 adalah kelasnya Alya. Dia mempunyai teman baik di kelasnya, namanya Hana, nama panjangnya Hana Aikina, dia sahabat yang baik untuk Alya, ia selalu setia menemani Alya, ia mengerti kondisi Alya dan ia slalu menasehati Alya jika Alya kembali menitikan air matanya.
“hai Alya!” sapa Hana
“hai Na!” Alya menyapa balik Hana dengan senyuman. Mereka saling menyapa sebelum bu Ferlika datang, guru yang mengajar Bahasa Indonesia dari kelas 7 sampai kelas 8. Saat mereka sedang bercakap-cakap, tiba-tiba bu Ferlika datang, semua murid yang saling bercakap-cakap, menghentikan percakapannya dan duduk di tempatnya masing-masing. Setelah bu Ferlika melihat anak didiknya sudah rapih, beliau memulai pelajaran dengan salam dan do’a,
“Selamat pagi semua! Beno, siapkan teman-temanmu dan berdoa ya..” sapa bu Ferlika sembari memerintah Beno, ketua kelas, kelas 8.3 untuk menyiapkan dan berdo’a sebelum pelajaran dimulai.
“Siap, berdo’a sesuai kepercayaannya masing-masing, berdo’a mulai.” Kata Beno, semua menundukan kepala dan berdo’a sesuai kepercayaannya masing-masing, ada yang beragama islam, hindu, budha, prostesan dan khatolik. Tapi paling banyak adalah agama islam, 90% dari 100% di sekolah SMP unggulan ini beragama islam dan 10%nya gabungan dari prostesan, hindu,budha dan khatolik. Tanpa basa-basi lagi guru Bahasa Indonesia ini alias bu Ferlika memulai pelajarannya. Anak didiknya diam dan memperhatikan, tapi ada satu dua orang yang asyik main kuku, ya mereka mengeluarkan sifat kekanak-kanakan mereka yang sudah terlewat jauh oleh waktu.
Di tengah pelajaran berlangsung, tiba-tiba penyakit Alya kambuh, dia merasa sangat lemas dan mukanya pucat, sangat pucat, bahkan hampir pingsan. Ya, vera yang duduk di sebelah Alya dan melihat kondisi Alya, buru-buru ia menolong dan memberitahu kepada bu Ferlika. Bu Ferlika menyuruh Hana untuk membawa Alya ke UKS, karena dia yang dekat dengan Alya. Hana emang tak mengetahui penyakit apa yang diderita Alya, Hana emang penasaran, namun waktunya belum tepat untuk menyelidikinya. Walaupun tak mengerti penyakit apa yang ada di dalam diri Alya, dia dapat memahami kondisi Alya dan menyayangi serta setia pada Alya.
Ternyata penyakit Alya berlanjut di rumahnya, karena ia terlihat sangat pucat, akhirnya guru piket memutuskan untuk memulangkan Alya. Di rumah Alya kejang-kejang dan demamnya sangat tinggi, mama Alya sedih, sangat sedih melihatnya. Dia menyesal akan kejadia yang telah lampau, sangat menyesal. Dalam sedihnya mama Alya memanggil dokter yang sudah biasa menangani Alya, ya Dr. Kusnardi datang tepat waktu dan cepat memeriksa Alya, dokter bilang bahwa penyakitnya semakin parah, namun dia dapat bertahan. Dia belum bisa dirawat dan disembuhkan sekarang karena masih banyak yang harus diteliti lebih lanjut. Kasian anakku, batin mama Alya dalam hatinya. Melihat kondisi Alya yang semakin lemah, mama Alya semakin menyesal akan kejadia yang telah lampau, bukan hanya menyesal, menyesal sekali.
Sorenya sepulang sekolah, Hana menjenguk Alya di rumahnya. Hana membawa bingkisan dari mamanya untuk Alya dan keluarganya, bingkisannya berisi buah-buahan, roti, dan aneka minuman,
“assalamu’alaikum” kata Hana
“wa’alaikumsalam, ehh Hana, ayo masuk Na” jawab mama Alya dengan ramah.
“gimana keadaan Alya tante?” tanya Hana
“Alya sudah agak membaik kok. Masuk aja ke kamarnya” kata mama Alya. Hana masuk sembari mengasih bingkisan yang ia bawa kepada mama Alya.
“Alya, udah sembuh?” tanya Hana kepada Alya,
“insyaAllah, doakan ya” jawab Alya sembari lemas karena kondisinya yang belum benar-benar prima.
“iya, aku pasti doakan yang terbaik buat sahabat terbaik aku” jawab Hana tulus
“makasih ya Na, udah bisa ngertiin aku dan mau jadi sahabat terbaikku” kata Alya sambil memegang tangan Hana
“oke Alya, sama-sama manis” kata Hana sambil memberikan senyuman manisnya kearah Alya.
Hana nggak mau ngeganggu waktu istirahat sahabatnya, Alya, setelah bercakap-cakap sebentar, ia pamit pulang pada Alya dan mamanya. Mamanya Alya menitip salam kepada mamanya Hana, dan terimakasih banyak atas kirimannya.
Sepulangnya Hana dari rumahnya, ia langsung mengambil catatan dan foto waktu ia kelas 6 SD sebelum mengalami penyakitnya, ia kembali menangis dan sedih, dia kangen masa-masa itu, kangen sekali. Namun rasa sedihnya dihilangkan dengan benak-benak tentang Hana sahabat baiknya yang mau menerimanya apa adanya.
Alya mengambil selembar kertas dan pulpen, tangannya bergerak lembut sperti sedang menulis, yups memang menulis. Alya menulis sepucuk puisi untuk sahabatnya Hana, dia akan memberikan kepada Hana pada saat dia akan mengalami masa kritisnya, tentu bukan di rumahnya sendiri.
Puisi untukmu,
Hana
Sahabatku Selamanya
Ku tak percaya,
Kau hadir menjadi bagian dalam hidupku,
Kau menjadi darahku,
Kau membantu ku bernafas,
Di hidup ini..
Kau lembut,
Kau tulus,
Kau dapat menerimaku,
Apa adanya diriku..
Senyumanmu berarti untukku,
Kata-katamu nasihat untukku,
Kebahagianmu adalah kebahagiaanku,
Terimakasih sahabat baikku,
Kau selamanya terkenang,
Dalam hidupku..
Bila nanti nafas terakhirku berhembus,
Kau kan menjadi pengganti diriku,
Kelak..
Kau,
Sahabatku selamanya..
Alya mengamplopkan puisinya yang sudah ia bikin hanya untuk sahabat tercintanya Hana. Hana menulis di depan amplop dengan judul, special for you.
bersambung ..
No comments:
Post a Comment